Sunday, December 29, 2013

Yang Lambat Pasti Akan Menangis

Bila kata-kata tak lagi menjadi bermakna, apalagi yang kulakukan
Bila syair dan nada tak jua lumpuhkan hatimu, apalagi yang kulakukan
Seluruh jiwa raga kuserahkan hanya kepadamu semangat hidupku
Apa saja pasti kan kulakukan hanyalah untukmu harapan hidupku
Bila semua daya tlah kukerahkan tuk hatimu, apalagi yang kulakukan
(Jikustik-Apalagi Yang Kulakukan)
* * *
Apalagi yang kulakukan?
Memangnya aku sudah berbuat apa, sehingga aku harus berkata “Apalagi?”
Yah, anggap saja aku tidak melakukan apa-apa!
Hmmm…
Sebenarnya, tidak sesederhana itu sih..
Sesungguhnya semuanya menjadi sangat kompleks, sehingga tampaknya aku tak layak bertanya “Apalagi?”
Garis-garis lengkung permainan rasa dan imajinasilah yang melenyapkan kepantasanku..
Dan soal yang utama adalah, bahwa aku berbuat, aku pantas bertanya “Apalagi?”, tapi soalnya adalah: aku terlambat..
Kepantasanku bertanya, pun semua yang telah aku lakukan memudar oleh keterlambatanku..
Keterlambatan untuk mengatakan isi syair dan nada
Pantas saja hatimu tak lumpuh, karena kamu tidak pernah mendengar syair dan nada yang kugubah untukmu..
Huffft..
Dan keterlambatan terbaik adalah keterlambatan yang berulang
Terbaik, kenapa?
Ia berulang semata karena garis kita kebetulan bersinggungan, dan ketika itu terjadi berulang, artinya kosmos berkehendak
Itu baik, dan keterlambatan berhasil memumpuskan kehendak kosmos
Pudar sekejap dan hilang
Hmmm..
Menangis tak selalu soal air mata bukan?
Menangis mungkin bisa serupa jeritan hati, menyesal karena terlambat..
Aku hanya bisa belajar, yang terlambat hanya bisa menangis!
Dan aku hanya berharap, garis itu akan bersinggungan lagi
Kelak, entah kapan..
*Cikarang, 24 Juli 2011 dinihari

No comments:

Post a Comment