Wednesday, December 25, 2013

LDR, For What?

Original Post 3 Desember 2012

Well, barusan dapat email, tulisan saya soal curhat perihal long distance relationship yang merupakan kontes antologi sebuah penerbit akan ditindaklanjuti. Ya, semoga ditindaklanjuti beneran. Huwahhh..
Then! Saya jadi hendak bertanya-tanya perihal LDR ini. Saya ‘mantan’ pelaku LDR. Tidak hanya 1 kali, dan salah satunya berdurasi lebih dari dua tahun. Hmm, okelah, banyak yang lebih jauh dan lebih lama dari saya. Ini kan hanya sekadar mempertanyakan :)
Kita berangkat dari yang namanya perasaan. Dua orang saling jatuh cinta, dan ada komitmen diantara mereka berdua. Nah, perkara berikutnya adalah intensitas. Seringkali kemudian menumbuhkan cinta itu tidak bisa dilakukan dengan intensitas fisik yang tinggi. Kenapa? Jarak!
Dulu, waktu kuliah, jarak saya anggap biasa. Apalagi saya hidup di jaman (setidaknya) sudah ada HP. Teman-teman ada yang pacarnya di Semarang, Jakarta, Solo, dan yang lainnya. Tampaknya biasa saja. Tapi begitu mengalami sendiri PLUS melihat realita lain LDR, saya jadi bertanya-tanya, buat apa sih?
Simpel deh. Kemarin saya sempat mengunjungi seorang kenalan yang lagi opname. Suaminya dimana? Ada sih, di pulau yang sama, tapi selisih perjalanan darat keduanya ada sekitar 24 jam! Si suami cuma galau nelponin saben jam :)
Sama lah, waktu saya opname. Harapannya tinggi kalau bakal ada pacar yang nungguin. Nyatanya? Iya, nungguin via HP. Ada bahkan cerita dari seorang temannya teman. Jadi dia hamil tua, di kos-kosan di Jakarta, suaminya kerja di Sumatera entah bagian mana. Ya, hamil tua ke Rumah Sakit sendiri, ngurus-ngurus sendiri, sampai lahiran sendiri. Begitu anaknya lahir, suami datang, lalu pergi lagi.
Yah, jarak itu sejatinya muncul karena bagian dari rasa cinta. Nggak akanlah kerja jauh-jauh kalau nggak duitnya untuk anak-istri. Semacam itu kan? Ujung-ujungnya adalah cinta. Tapi kemudian JARAK menciptakan sesuatu yang kemudian menjadi ruang untuk berbagai peristiwa.
Satu hal yang saya alami jelas. Jarak menciptakan KETERBIASAAN pada KESENDIRIAN. Jadi, ketika pasangan itu sudah dekat, pertanyaannya malah diganti, “ini orang kok ada disini sih?” Ya, ada kenyamanan disana. Bahkan seorang teman pelaku LDR juga bilang bahwa dia sudah “terbiasa sendiri”.
Lalu kalau sudah begitu, hubungan buat apa dong? Untuk sekadar status? Atau apa?
LDR apapun ujungnya haruslah bersama. Kalau pacaran, tentu perlu target tertentu kapan LDR itu berakhir. Kalau menikah juga, kapan bisa bersatu lagi. Sungguhpun kalau mengikuti perintah Tuhan, beranak cuculah, itu kan berkeluarga. Keluarga itu suami-istri-anak. Dan anak itu butuh pendidikan, perhatian, yang cukup sulit diterima dalam kondisi LDR. Untuk oil company malah tampaknya lumayan. Skema 4-2 menghasilkan 2 minggu bersama. Buat saya sih jumlah yang cukup. Tapi ada yang ketemu buah hati setahun sekali. Bagaimana itu?
Ah, ini mungkin hanya jeritan jomblo galau. Kalau nggak setuju abaikan saja. Hehehe…

No comments:

Post a Comment