Friday, December 27, 2013

Pahit

Original Post 25 Juli 2011

Pagi ini, seperti biasa, kalau di ruang meeting, saya pasti melakukan compounding terhadap kopi, krim, sedikit gula pasir, dan sedikit pemanis buatan. Yup, segelas kopi untuk awal hari. Rasanya sih lebih cenderung pahit karena gulanya sedikit, pun pemanis buatannya.
Lalu saya mendadak teringat pada sayur kesukaan saya, pare alias pitulo. Sayur yang pahitnya minta ampun, tapi kok saya suka. Sampai ada yang menyebut saya kaum paria karena saya suka pare. Hmmm..
Saya flashback ke masa silam ketika saya sangat anti dengan rimbang (sampai sekarang sih masih, tapi tidak separah dulu). Kenapa saya nggak suka rimbang? Soalnya pahit. Dan tiba-tiba saya mendapati sebuah kontradiksi disini.
Kenapa minuman seperti kopi, yang cenderung pahit, itu disukai bahkan digilai? Kenapa sayur sejenis pare juga banyak yang doyan, sampai kalau saya telat sampai warung makan, kadang bisa kehabisan pare?
Entah benar atau tidak, saya sekadar berefleksi. Untuk saya sendiri meminum kopi dan memakan pare adalah upaya saya untuk menikmati kepahitan. Pahit tidaklah selamanya rasa yang tidak enak, selama itu bisa dinikmati.  Tapi saya tidak memakan rimbang karena rasa pahit yang sama, tidak bisa saya nikmati.
Lantas?
Satu jenis pahit ternyata bisa diberi value yang berbeda. Ketika saya bisa menikmati pare, itu karena saya memberi nilai bahwa makan pare itu nikmat. Jadilah dia nikmat. Sebaliknya dengan rimbang, saya jelas memberi stigma tidak enak, dan jadilah dia tidak enak bagi saya.
Pastinya sama dengan kehidupan, ada berapa banyak orang sih yang merasa hidupnya pahit? Ingat ya, merasa hidupnya pahit. Bukan berarti benar-benar pahit lho. Dan ada berapa banyak orang yang menikmati hidupnya, meskipun oleh orang lain terlihat pahit?
Sesuatu bernama kehidupan itu diberi value oleh orang-orang yang menjalaninya, sehingga kemudian dia memberi rasa sesuai value yang diberikan. Ternyata begitu. Sayangnya, sangat sulit memberi pengaruh pada otak saya untuk menambahkan value lebih pada kehidupan saya, agar saya tidak terjebak pada perasaan pahit itu tadi. Hmmm..
Sejenak berefleksi bersama segelas kopi.

No comments:

Post a Comment