Friday, December 27, 2013

1

Original Post 10 Juli 2012

Aku hendak menanti sampai waktunya, tapi suaramu sudah menyuratkan lelah. Ini pasti hari yang melelahkan buatmu, jadi ya sudah. Biarkan dirimu melayang di alam mimpi, disana sudah ada aku menunggu. Kita akan bersama-sama menjalani alam mimpi yang pastinya akan sangat indah :)
Malam berganti pagi ketika aku menulis ini. Malam yang semestinya biasa saja, tampak segera menjadi istimewa.
Yak, persis 1 bulan lalu kamu membiarkan hatimu dimasuki oleh benda absurd berwujud aku. Persis ketika angka tanggal menjelma dari satuan menjadi puluhan dengan tambahan angka 1 di depannya. Persis pula ketika jam belum menunjuk angka 1, bahkan dari 4 digit angka, baru 1 angka yang menunjuk bulan nol.
Ia menunjuk 8, itu dia, 00.08.
Siapapun tahu kalau 8 itu perkalian 2 dengan 4, dua kali empat sama dengan delapan. Lalu dua dan empat? Bukankah itu penunjuk waktu ketika kamu menemui dunia? Dan angka yang sama, delapan, menunjuk posisi bulan berada saat kamu bertemu dengan dunia. Dan bagiku, angka 8 adalah simbol keabadian, karena ia adalah angka yang tanpa putus.
Satu kali sang bulan berputar mengelilingi bumi. Mungkin itu baru singkat, tapi aku serasa sudah memiliki bumi yang dikelilingi itu.
Satu kali sang bulan menjalani orbitnya. Mungkin itu baru saja, tapi aku merasa kamu adalah orbitku.
Satu putaran sang bulan menjalani takdirnya. Entah mengapa, aku menganggap kamu adalah takdirku.
Dan bahwa aku sungguh berdoa kepada Tuhan bahwa 1 ini tidak akan semata-mata menjadi 1. Aku berdoa agar 1 ini menjelma menjadi 2, 3, dan segala angka lain yang mungkin. Atau bahkan bila ada angka yang dapat menjadi simbol untuk ‘selamanya’, aku berdoa untuk itu.
Selamat 1 kali bulan berputar. Selamat 1 kali tanggal berulang. Apapun dimulai dari 1, dan aku yakin ini sebenar-benarnya sebuah permulaan. :)
* * *
Tangan separuh kekar itu mengusap manis kepala seorang gadis yang sedang tersenyum dalam lelap. Mulut lelaki itu merapalkan deretan kata yang barusan ia tulis. Ia tak peduli kalau ini tengah malam.
Faktanya, mencintai memang tidak bisa menunggu (Ibuk, 2012).

No comments:

Post a Comment