Wednesday, December 25, 2013

Makna Pujian

Original Post 29 Mei 2013

Hehehehehe.
\ngekek duyuuuu/
Yah, bahwa beberapa waktu belakangan saya menerima beberapa pujian terkait suara saya yang.. engggg.. gimana gitu. \halah/
Dulu yang suka memuji suara rendah saya itu si Depot. Mungkin karena dia sensi sama Tenor. \eh/
Atau juga salah satu manajer di kantor pusat, yang sudah memuji saya hanya karena suara saya waktu meeting. Dan semakin memuji waktu lihat penampilan terakhir saya bareng paduan suara di kantor Palembang.
Okelah.
Mari menerima pujian dengan riang gembira.
Tapi kali ini, saya perlu buat note soal pujian itu, karena diantara sekian orang yang bilang suara saya bagus dan berat \berat sih gegara beban hidupnya sudah berat/, ada satu orang yang bilang cara saya membaca itu nggak sesuai.
Iyah. Adek saya sendiri. Hehehe.
Sepintas sih absurd, orang lain memuji, kok adek saya sendiri nggak.
Tapi jadi bahan pemikiran juga, karena tidak semua orang akan punya pendapat yang sama. Dulu waktu di Mrican, dari sekian orang juga memuji nada rendah saya pas ngelektor sampai seseorang yang entah siapa datang ke sakristi dan bilang kalau dia tidak mendengar suara saya karena kumur-kumur, mengingat nada dasarnya terlalu rendah.
Nah!
Ya, jadi begitu. Pujian adalah hal yang layak diterima, tapi juga perlu direfleksikan. Persis juga ketika kritik datang, terima dan refleksikan. Bahwa saya ini tentu lebih senang menerima pujian daripada kritik. Percayalah bahwa dulunya saya ini amat sangat anti kritik. Untungnya semakin kesini, semakin ada perbaikan.
Maka, biarlah pujian itu berlalu bagaikan darah baru yang mengalir di pembuluh darah. Ketika darah baru itu sudah mengantarkan maksudnya, dia akan jadi darah lama yang akan mengalir seperti biasa.
Semacam itu. Hehehe.

No comments:

Post a Comment