Tuesday, July 30, 2013

Mengujian

(Original post 6 May 2013)

Barusan baca blognya adek saya. Sompret, dibilang saya marah-marah. Eh, tapi iya ding. Bukan apa-apa, mengingat dari TK (unyu-unyu) sampai SMP (unyu-unyu labil) dia memang yang punya prestasi mumpuni. Dulu itu tiap catur wulan kan ada juaranya dan pasti dapat piagam, ya dia itu mesti dapatnya, kalau nggak 3, ya 2, atau kadang 1.
Lha saya? Terakhir dapat piagam kelas 5 SD *garuk-garuk aspal pintu tol cibatu*
Ya jadi pada dasarnya saya lupa dulu waktu SD belajar apa nggak. Bahkan dulu saya lupa namanya EBTA atau EBTANAS atau apalah itu namanya. SMP jugak. Nggak tahu ya, mungkin gegara saya ini anak guru yang, ehm, selalu 10 besar, motivasi saya itu rendah sekali kalau belajar. Anggapannya, mesti lulusnya.
*padahal yo ora mesti juga*
Dan memang kehidupan saya berubah drastis sejak ke Jogja. Ketika standar persaingan mendadak menjadi sangat tinggi. Yeah, saya yang lulusan SMP di sebuah kota yang cuma bisa dicapai dengan jalur darat, kecuali terjun payung, harus berhadapan dengan lulusan SMP 5 Jogja? Atau lulusan SMP Stella Duce? Atau lulusan SMP Dom Savio? *lah mana kuattttt*
Cuma, waktu dulu mau ujian, kok ya nggak tega mau ambil kursus apa les-les gitu. Kan banyak Primagama, Ganesha, SSC, atau apalah di Jogja sana. Padahal itu peluang untuk melihat wanita di sela-sela pemandangan yang selalu pria.
Satu pasal doang sih, kayaknya orang tua saya nggak punya duit. Dan di kelas IPA4, cuma saya satu-satunya yang nggak les. Jadilah, kalau ada yang ngejadwal mempersiapkan ujian di sekolah di hari libur, pasti saya ikut. Ingat dulu kalau belajar bareng Fredy, Geo, Jo, kadang-kadang sama Wira atau juga…enggg… lupa.. *menunduk suram*
Kalau ingat, prahara bernama UN itu pertama kalinya ya tahun 2004. Ya saya ini korban generasi UN. Meskipun sekarang prahara malapetaka bin musibah itu lebih kepada menterinya.
Nah, nah, nah.. yang terjadi kemudian nilai saya itu okelah. Bahkan lebih tinggi daripada beberapa orang yang les. Itu jadi dasar saya kemudian, termasuk melarang adek saya les. *abang jahanam*
Kalau sekarang, eh setahun lagi, si Dani. Monggo dek, les-les 0 kono, tak bayari nek perlu nek iso sih ojo. Konsennya sudah beda. Perkara duit sekarang sudah lebih mudah dari dulu. Soalnya, sistemnya sudah kacrut begini, ya anak-anak les yang dituang prediksi-prediksi soal-lah yang menang.
Begitulah, pendidikan memang perlu diuji. Cuma yang menguji berasa kancut meong begini. Gimana mau bikin ujian yang baik dan benar?
Doa saya sekarang sederhana, semoga adek-adek korban pak musibah itu bisa selamat sampai lulusnya. Amin.

No comments:

Post a Comment