(Original post 26 September 2012)
Wowww..
Seringkali kita dengan mudah bilang “wowww…” untuk sesuatu yang biasa
aja. Kadang malah kita bilang “wowww…” sambil koprol.. *apa sih*
Eh tapi ya gitu deh.. Misal nih melihat fenomen Jokowi aja deh.
Ketika kita melihat dia mblusukan ke pasar-pasar, ketika kita melihat
dia pakai mobil esemka, kita lantas bilang “wowww…”
Juga misal ketika Dahlan Iskan naik KRL atau ikut membersihkan toilet, kita juga bilang “wowww…”
Hey, kenapa kita harus bilang “wowww..” untuk sesuatu yang sebenarnya ordiner?
Yak, kita bilang begitu, karena kita sudah TERBIASA melihat yang
tidak bagus. Ya misal, Jokowi dan Ahok bilang nggak mau pakai voojrider
*nggak tau typo apa nggak nih*, kita lantas bilang “wowww…” ya karena
kita seling melihat orang yang (ngakunya) pejabat, padahal mobilnya ya
mobil sederhana, terus dikawal pakai nguing-nguing. Apa nggak bikin
sebel tuh? Tapi karena kita terbiasa seperti itu, melihat Jokowi bilang
hal sederhana, ya kita bilang “wowww…”
Apalagi ya?
Ya semisal kita terbiasa melihat pejabat dengan perlakuan khusus,
taruhlah dulu jalan Sudirman di Bukittinggi itu pernah disterilkan
karena ada pejabat ibukota mau lewat, saya masih kecil waktu itu. Nah,
karena terbiasa begitu, melihat Dahlan Iskan naik KRL, ya kita bilang
“wowww…”, padahal yang dilakoni pak DIS ya hal yang biasa.
Ketika kita terbiasa melihat pemimpin yang songong tak berisi, kita
akan bilang “wowww..” begitu melihat pemimpin lain berbicara. Sama lah
halnya dengan ketika kita bilang “wowww…” pada JKW dan DIS. Sama persis
kok.
Kita akan bilang “wowww…” pada hal yang biasa karena kita terbiasa
melihat yang buruk. Karena itulah, sesuatu yang sejatinya biasa itu
tampak LUAR BIASA.
Yah, hidup ini kan persoalan perspektif kan?
*jadi mari kita bilang “wowww…” bersama-sama*
No comments:
Post a Comment